BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
DBD dahulu dikenal dengan hanya sebagai penyakit pada anak-anak, namun kini banyak ditemukan pada penderita dewasa. Prevalensi tertinggi ditemukan pada kelompok umur 25-34 tahun (0,7%) dan terenda pada bayi (0,2%). Tidak terlihat perbedaan prevalensi DBD pada laki-laki dan perempuan. DBD klinis relatif lebih tinggi di oedesaan, namun kasus terdeksi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan lebih banyak di perkotaan (Riskesdas, 2007)
Di Indonesia, DBD pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 ketika penyakit sedang menular di Surabaya dan Jakarta. Ketika epidemik DBD berlaku pada 1998, sejumlah 47.573 kasus dilaporkan dengan 1527 kematian. Kasus-kasus ini dicatatkan dari 201 daerah dari total 304 buah daerah di Indonesia. Vektor utamanya adalah Aedes aegypti dan banyak kejadian yang dilaporkan penularannya melalui vektor ini (WHO, 2004).
Pada tahun 2004, kasus DBD di Indonesia dilaporkan setiap bulan dengan jumlah keseluruhannya sebanyak 78.690 dengan 954 kematian (Case Fatality Rate, CFR=1,2%). Penularan tertinggi adalah di propinsi DKI Jakarta (2768 kasus dengan CFR 0,76%) diikuti oleh Jabar (1863 kasus dengan CFR yang tinggi, yaitu 2,84%) (WHO, 2004). Pada tahun 2006 dan 2007, sekali lagi Indonesia mencatatkan jumlah kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara dengan 1132 kematian daripada 106.425 kasus pada tahun 2006 dan 1599 kematian daripada 188.115 kasus pada 2007 (WHO, 2008).
Pada 2006, propinsi-propinsi yang meningkat kasus DBD adalah Aceh, Bali, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Gorontalo dan DKI Jakarta. Peningkatan yang tampak jelas di dua propinsi yaitu Jawa Timur dan Jawa Barat dengan peningkatan 4 kali lipat dibandingkan pada tahun 2002. CFR setinggi 5% di propinsi Sumatera Selatan. Propinsi dengan nilai CFRnya lebih dari 1 % adalah Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu, Banten, Jating, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat (WHO, 2008).
Jumlah penderita DBD di Indonesia mencapai 150 ribu.Namun meskipun jumlahnya cukup besar, tingkat prevalensi penyakit yang penularannya dilakukan oleh nyamuk Aedes Aegypti itu masih dianggap cukup rendah di antara negara ASEAN lainnya.
Bali memiliki prevalensi penyakit demam berdarah dengue (DBD) tertinggi di Indonesia. Angka penderita tercatat sebesar 337 per 100 ribu penduduk, jauh di atas rata-rata nasional sebesar 65,57 per 100 ribu penduduk. Setelah Bali, Jakarta menjadi daerah dengan penderita DBD tertinggi kedua dengan prevalensi 227 per 100 ribu penduduk. Disusul Kalimantan Timur dengan 167 per 100 ribu penduduk dan Yogyakarta sebesar 144 per 100 ribu penduduk. Penyebaran DBD di Indonesia tidak merata. Di beberapa daerah tinggi dan daerah lain tidak terlalu tinggi dengan penyebaran lebih banyak di daerah kota daripada desa. Selain provinsi di atas, Kalimantan Timur dengan 167 per 100 ribu penduduk dan Yogyakarta sebesar 144 per 100 ribu penduduk. (Adhitama, 2011)
Pada penderita Demam Berdarah Dengue terjadi penurunan kadar trombosit dalam darah secara signifikan. Trombosit yang menurun menyebabkan perdarahan pada kulit karena trombosit berfungsi sebagai salah satu zat pembeku darah. Pada penderita demam berdarah dengue dengan kadar trombosit rendah akan memunculkan titik-titik perdarahan pada kulit, hidung, bahkan otak, sehingga pada pasien demam berdarah dengue perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kadar trombosit (Bastiansyah, 2008).
Banyak pendapat maupun penelitian-penelitian terhadap penyakit bahwa kurma dapat meningkatkan kadar trombosit. Banyak spekulasi pula bahwa kandungan zat-zat dalam sari kurma mampu menaikkan kadar trombosit dalam darah dan mengembalikan volume plasma atau cairan darah. Namun, tidak banyak dibahas apakah hanya dengan air rebusannya saja dapat memiliki manfaat yang sama, dalam hal ini meningkatkan kadar trombosit dalam darah.
Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa demam berdarah dengue masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, khususnya di Bali. Prevalensi penyakit demam berdarah dengue tertinggi ada di Bali. Dalam hal penyembuhan penyakit ini, perlu ditingkatkannya kadar trombosit. Banyak spekulasi dan penelitian yang menyatakan bahwa kurma dapat meningkatkan trombosit dalam darah pasien demam berdarah dengue. Untuk itu, peneliti berniat untuk meneliti pengaruh air rebusan kurma terhadap peningkatan kadar trombosit paseien Demam Berdarah Dengue di RSUP Sanglah Denpasar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.
Adakah pengaruh pemberian air rebusan kurma terhadap peningkatan trombosit pada pasien Demam Berdarah Dengue di RSUP Sanglah Denpasar?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Tujuan Umum:
Untuk mengetahui pengaruh pemberian air rebusan kurma terhadap peningkatan trombosit pada pasien Demam Berdarah Dengue di RSUP Sanglah Denpasar
Tujuan Khusus:
1. Menentukan jumlah peningkatan kadar trombosit setelah pemberian air rebusan kurma pada pasien Demam Berdarah Dengue di RSUP Sanglah Denpasar
2. Menentukan frekuensi pemberian air rebusan kurma terhadap peningkatan kadar trombosit pada pasien Demam Berdarah Dengue di RSUP Sanglah Denpasar
3. Menentukan waktu peningkatan kadar trombosit setelah pemberian air rebusan kurma pada pasien Demam Berdarah Dengue di RSUP Sanglah Denpasar
4. Menganalisis pengaruh pemberian air rebusan kurma terhadap peningkatan trombosit pada pasien Demam Berdarah Dengue di RSUP Sanglah Denpasar
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Digunakan sebagai masukan bagi tenaga medis dan paramedis dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya pada pasien Demam Berdarah Dengue.
2. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mamput memberikan tambahan pengetahuan antar penulis dengan masyarakat atau orang-orang yang berminat membuat karya tulis di bidang ini.
Di Indonesia, DBD pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 ketika penyakit sedang menular di Surabaya dan Jakarta. Ketika epidemik DBD berlaku pada 1998, sejumlah 47.573 kasus dilaporkan dengan 1527 kematian. Kasus-kasus ini dicatatkan dari 201 daerah dari total 304 buah daerah di Indonesia. Vektor utamanya adalah Aedes aegypti dan banyak kejadian yang dilaporkan penularannya melalui vektor ini (WHO, 2004).
Pada tahun 2004, kasus DBD di Indonesia dilaporkan setiap bulan dengan jumlah keseluruhannya sebanyak 78.690 dengan 954 kematian (Case Fatality Rate, CFR=1,2%). Penularan tertinggi adalah di propinsi DKI Jakarta (2768 kasus dengan CFR 0,76%) diikuti oleh Jabar (1863 kasus dengan CFR yang tinggi, yaitu 2,84%) (WHO, 2004). Pada tahun 2006 dan 2007, sekali lagi Indonesia mencatatkan jumlah kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara dengan 1132 kematian daripada 106.425 kasus pada tahun 2006 dan 1599 kematian daripada 188.115 kasus pada 2007 (WHO, 2008).
Pada 2006, propinsi-propinsi yang meningkat kasus DBD adalah Aceh, Bali, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Gorontalo dan DKI Jakarta. Peningkatan yang tampak jelas di dua propinsi yaitu Jawa Timur dan Jawa Barat dengan peningkatan 4 kali lipat dibandingkan pada tahun 2002. CFR setinggi 5% di propinsi Sumatera Selatan. Propinsi dengan nilai CFRnya lebih dari 1 % adalah Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu, Banten, Jating, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat (WHO, 2008).
Jumlah penderita DBD di Indonesia mencapai 150 ribu.Namun meskipun jumlahnya cukup besar, tingkat prevalensi penyakit yang penularannya dilakukan oleh nyamuk Aedes Aegypti itu masih dianggap cukup rendah di antara negara ASEAN lainnya.
Bali memiliki prevalensi penyakit demam berdarah dengue (DBD) tertinggi di Indonesia. Angka penderita tercatat sebesar 337 per 100 ribu penduduk, jauh di atas rata-rata nasional sebesar 65,57 per 100 ribu penduduk. Setelah Bali, Jakarta menjadi daerah dengan penderita DBD tertinggi kedua dengan prevalensi 227 per 100 ribu penduduk. Disusul Kalimantan Timur dengan 167 per 100 ribu penduduk dan Yogyakarta sebesar 144 per 100 ribu penduduk. Penyebaran DBD di Indonesia tidak merata. Di beberapa daerah tinggi dan daerah lain tidak terlalu tinggi dengan penyebaran lebih banyak di daerah kota daripada desa. Selain provinsi di atas, Kalimantan Timur dengan 167 per 100 ribu penduduk dan Yogyakarta sebesar 144 per 100 ribu penduduk. (Adhitama, 2011)
Pada penderita Demam Berdarah Dengue terjadi penurunan kadar trombosit dalam darah secara signifikan. Trombosit yang menurun menyebabkan perdarahan pada kulit karena trombosit berfungsi sebagai salah satu zat pembeku darah. Pada penderita demam berdarah dengue dengan kadar trombosit rendah akan memunculkan titik-titik perdarahan pada kulit, hidung, bahkan otak, sehingga pada pasien demam berdarah dengue perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kadar trombosit (Bastiansyah, 2008).
Banyak pendapat maupun penelitian-penelitian terhadap penyakit bahwa kurma dapat meningkatkan kadar trombosit. Banyak spekulasi pula bahwa kandungan zat-zat dalam sari kurma mampu menaikkan kadar trombosit dalam darah dan mengembalikan volume plasma atau cairan darah. Namun, tidak banyak dibahas apakah hanya dengan air rebusannya saja dapat memiliki manfaat yang sama, dalam hal ini meningkatkan kadar trombosit dalam darah.
Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa demam berdarah dengue masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, khususnya di Bali. Prevalensi penyakit demam berdarah dengue tertinggi ada di Bali. Dalam hal penyembuhan penyakit ini, perlu ditingkatkannya kadar trombosit. Banyak spekulasi dan penelitian yang menyatakan bahwa kurma dapat meningkatkan trombosit dalam darah pasien demam berdarah dengue. Untuk itu, peneliti berniat untuk meneliti pengaruh air rebusan kurma terhadap peningkatan kadar trombosit paseien Demam Berdarah Dengue di RSUP Sanglah Denpasar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.
Adakah pengaruh pemberian air rebusan kurma terhadap peningkatan trombosit pada pasien Demam Berdarah Dengue di RSUP Sanglah Denpasar?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Tujuan Umum:
Untuk mengetahui pengaruh pemberian air rebusan kurma terhadap peningkatan trombosit pada pasien Demam Berdarah Dengue di RSUP Sanglah Denpasar
Tujuan Khusus:
1. Menentukan jumlah peningkatan kadar trombosit setelah pemberian air rebusan kurma pada pasien Demam Berdarah Dengue di RSUP Sanglah Denpasar
2. Menentukan frekuensi pemberian air rebusan kurma terhadap peningkatan kadar trombosit pada pasien Demam Berdarah Dengue di RSUP Sanglah Denpasar
3. Menentukan waktu peningkatan kadar trombosit setelah pemberian air rebusan kurma pada pasien Demam Berdarah Dengue di RSUP Sanglah Denpasar
4. Menganalisis pengaruh pemberian air rebusan kurma terhadap peningkatan trombosit pada pasien Demam Berdarah Dengue di RSUP Sanglah Denpasar
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Digunakan sebagai masukan bagi tenaga medis dan paramedis dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya pada pasien Demam Berdarah Dengue.
2. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mamput memberikan tambahan pengetahuan antar penulis dengan masyarakat atau orang-orang yang berminat membuat karya tulis di bidang ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar